Jumat, 27 Juni 2008

quotations of love


CINTA
Ketika cinta memanggilmu maka dekatilah dia walau jalannya terjal berliku, jika cinta memelukmu maka dakaplah ia walau pedang di sela-sela sayapnya melukaimu.

CINTA
Cinta tidak menyedari kedalamannya dan terasa pada saat perpisahan pun tiba. Dan saat tangan laki-laki menyentuh tangan seorang perempuan mereka berdua telah menyentuh hati keabadian.

CINTA
Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia kerana cinta itu membangkitkan semangat- hukum-hukum kemanusiaan dan gejala alami pun tak mampu mengubah perjalanannya.

CINTA
Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang

ATAS NAMA CINTA
Jangan kau kira cinta datang dari keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. Cinta adalah kesesuaian jiwa dan jika itu tak pernah ada, cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad.

CINTA YANG BERLALU
Cinta berlalu di depan kita, terbalut dalam kerendahan hati; tetapi kita lari daripadanya dalam ketakutan, atau

Rabu, 21 Mei 2008

Nilai Emas Bunga Kamboja


Bunga-bunga makam tidak hanya bernilai emas dari harganya. Melainkan bernilai emas dari segi manfaatnya.

Berbekal keranjang bambu di pergelangan tangan, anak-anak pencari bunga kamboja berlomba memunguti bunga-bunga yang berguguran di bawah pohon kamboja, di areal pemakaman Kembang Kuning Surabaya. Setelah keranjang penuh, bunga yang terkumpul itu ditata di atas terpal dan dijemur di bawah terik sinar matahari.

Apa yang dilakukan anak-anak sekitar makam itu bukan tanpa alasan. Mereka membantu orang tua yang hidup sebagai penjual bunga kamboja kering. Selain prosesnya tidak rumit, harga bunga Kamboja kering pun tergolong tinggi, hingga Rp.23 ribu/kilogram.

Untuk mendapatkan kamboja kering dengan kulitas bagus, proses penjemuran dilakukan kurang lebih selama tiga hari. Kamboja yang dipilih pun harus yang berwarna merah kecoklatan.

M. Epang (34), salah satu pengepul kamboja mengaku, bisnis bunga kamboja sangatlah menjanjikan. "Kamboja dapat diolah dalam berbagai macam kebutuhan, seperti dijadikan obat, bibit minyak wangi, minuman, dan sebagainya," kata Epang. Karena itu, kamboja tidak pernah sepi peminat.

Untuk mendapatkan kamboja pun gampang. Empang hanya perlu mengetahui areal pemakaman yang memiliki pohon kamboja. Penduduk sekitar biasanya sudah terbiasa mengumpulkan kamboja untuk dijual.

Para pengepul mengirim bunga kamboja kering ke Probolinggo untuk diolah menjadi teh herbal atau teh hongkong. Ada juga yang menjualnya ke toko obat China yang banyak tersebar di Jawa Timur.

Orang keturunan Cina meyakini, bunga kamboja bermanfaat sebagai jamu atau sering disebut teh kamboja. Dengan menyeduh kamboja kering plus air panas, teh kamboja dipercaya berkhasiat untuk mencegah rematik dan asam urat.

Bunga kamboja kering itu juga dapat diolah menjadi campuran sabun colek, bahan untuk membuat obat nyamuk bakar maupun spray, dan dapat disuling kemudian diambil sari sarinya untuk dijadikan sebagai bibit minyak wangi atau minyak untuk jenazah.***

(Naskah : Jek / Foto: Dmust)

Sinergi Dua Negeri


Teduh sapa, makam Peneleh saat memasuki kompleks pemakaman Belanda. Tergambar suasana dibenak, lorong-lorong sunyi tak berpenghuni, menunjukan betapa ringkihnya cagar budaya makam Peneleh.

Pemandangan ini begitu akrab, beberapa ornamen patung tak lagi berkepala, serta lubang-lubang berukuran 50 centimeter membuat kita miris melihat kenyataan yang ada.

Sebanyak seribu lima ratus nisan berjejer di lorong-lorong sunyi. Beratapkan seng yang sudah berkarat serta cat yang telah mengelupas dan batu nisan yang tak lagi utuh membuktikan umur pemakaman ini.

Makam Peneleh adalah pemakaman umum pertama di Jawa Timur dibangun pada tahun 1814. Makam ini, ditutup untuk pemakaman umum sejak Belanda membangun kompleks pemakaman baru di Kembang Kuning pada tahun 1930.

Penghuni pemakaman ini bukan dari golongan bawah. Namun, para elite Belanda yang tinggal di Jawa Timur. hal ini, terlihat dari prasasti dan ornamen nisan yang terbuat dari besi dan batu marmer. Ornamen ini sekaligus juga membedakan, strata golongan atas dan bawah.

Selain itu, tidak hanya orang elit Belanda saja yang dimakamkan disini. Tetapi, orang Indonesia dari suku Jawa seperti Jogjakarta, Malang, Surabaya. namun yang beristrikan atau bersuami orang Belanda

Dimakam Belanda ini bertuliskan lebih dari satu nama, pada batu nisanya, seperti halnya makam Kristen. Namun yang membedakannya, di makam belanda ini, bergantian tidak di tumpuk seperti makam kristen.

Dua negara yang saling bersitegang ini, menyatu dalam suatu tempat di akhir kehidupannya di makam peneleh. Setelah berpuluh-puluh tahun beberapa kerabat dari mereka yang di makamkan disini, diambil untuk di pindahkan ke makam kembang kuning.

Selain itu, beberapa kabar dari warga sekitar. Mengenai harta benda yang diambil warga, dengan adanya bukti lubang yang ada pada nisan. Namun hal ini tidak benar, karena lubang tersebut bekas dari bongkaran mayat yang diambil oleh pihak keluarganya untuk dipindahkan. Ungkap saweri penjaga makam.

Pada tahun 1900 an salah satu keluarga dari mereka mengambil mayat. Untuk memindahkannya tidak semudah membalikan tangan. Tetapi, juga melibatkan pihak kesehatan, dan Pemkot, karena pemakaman ini sudah menjari cagar budaya. Ketika di buka, Yang tersisa hanyalah tulang, rambut dan air.

“Beberapa warga yang nakal, juga mengambil tengorak yang digunakan untuk taruhan burung dara, dan digunakan sebagai tempat minum, “ ungkap laki-laki 48 tahun ini.

Renkarnasi, obyek wisata.

Rencanannya, kompleks pemakaman yang terletak di Jalan Peneleh ini akan di pugar oleh Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Surabaya.

Selain itu, Unesco bekerja sama dengan pihak PBB yang mengurusi tentang kebudayaan dan pendidikan untuk megubah perwajahan makam peneleh yang angker dan seram sebagi rujukan obyek wisata.

Selain itu, kompleks pemakaman ini acap kali digunakan masyarakat untuk prosesi prawedding dan foto model. Mengingat gaya bangunan nisan yang bergaya klasik Eropa. Selain itu, jika proyek ini sudah terealisasikan, secara otomatis dapat menjadi pemasukan bagi warga sekitar peneleh dan jagalan.( Naskah : jek /foto : dmust)


Jumat, 16 Mei 2008

Denyut Asmara Kembang Kuning



Deru mesin kendaraan yang lewat di perkampungan Kembang Kuning terdengar begitu ramai. Begitu ramainya nilai sejarahnya seakan lekang tergerus suara-suara tersebut.

Menjelang matahari bergeser tepat di atas kepala, beberapa anak kecil tampak asik bermain di altar makam Wiro Soerojo (mbah karimah) di Kembang Kuning Surabaya. Suara canda tawa mereka seolah tak mengusik peziarah yang sedang sejenak istirahat di pendopo makam.

Orang-orang itu duduk bersila di lantai pendapa. Terhanyut dalam doa dan keheningan hati yang khusuk. Lirih do’a terucap terdengar beriringan dengan semilir angin dari pepohonan yang rimbun.

Suasana ini begitu terasa mendalam seiring dengan rangkaian sejarah yang mengalir dari cerita mbah karimah dan sejarah kampung Kembang Kuning, yang kata masyarakat setempat menyimpan kisah asmara yang patut digali.

Konon, awal kisah Kembang Kuning bermula dari bocah kecil bernama Samputoalang yang mulai beranjak dewasa memohon ijin kepada kedua orang tuanya untuk mengunjungi bibinya di kerajaan majapahit (kini tanah Jawa, red). Dan bocah itu bernama Raden Rahmat (Sunan Ampel).

Kemudian Samputoalang diajak untuk menghadap Raja Mojopahit yang juga suami bibinya yaitu Ratu Darawati, (putri Kianhien) yang lebih terkenal dengan sebutan Putri Cempo.

Lama tinggal di kerajaan tersebut, Samputoalang berniat menyebarkan Islam di tanah Jawa. Alhasil, Raja Kertawijaya meminta padanya untuk memimpin rakyat yang tinggal di daerah Ampel. Saat itulah namanya pun berubah menjadi Raden Rahmatullah.

Melihat penyebaran Islam semakin pesat Raja Mojopahit akhirnya geram. Seperti halnya yang dijelaskan salah seorang warga setempat Dayat, bahwa kala itu sang Raja memutuskan untuk mengasingkan Samputoalang di hutan belantara yang ada di tempat itu (kini Wonokromo, Wonoboyo, Wonokitri, dan Wonosobo, red).

Setelah sekian lama di pengasingan Raden Rahmat memutuskan untuk membangun sebuah masjid. Masjid itupun kemudian dibangun di daerah pertengahan kademangan Cemoro Sewu, yaitu masih terletak di tengah-tengah kawasan Ampel Dento.

Berdirinya masjid tersebut adalah sebagai masjid tertua di Jawa Timur. Mengenai kapan pastinya bangunan tersebut berdiri tiada yang yang mampu membuktikan dan akhirnya masyarakat setempat menamainya dengan masjid Tiban. Namun, kini nama itu berganti menjadi masjid Rahmat.

Pada masa pendirian masjid tersebut, seringkali pada saat istirahat tiba, Nyai Karimah putri Ki Demang Wiro soerojo mengantarkan makanan. Karena seringnya bertemu maka timbullah ketertarikan di antara keduannya. Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai dua orang putri yang diberi nama Siti Murtosima dan Siti Murtosiah.
Naskah: Shiska Pradibka ( 06.11.3135)

Denyut Asmara Kembang Kuning

Deru mesin kendaraan yang lewat di perkampungan Kembang Kuning terdengar begitu ramai. Begitu ramainya nilai sejarahnya seakan lekang tergerus suara-suara tersebut.

Menjelang matahari bergeser tepat di atas kepala, beberapa anak kecil tampak asik bermain di altar makam Wiro Soerojo (mbah karimah) di Kembang Kuning Surabaya. Suara canda tawa mereka seolah tak mengusik peziarah yang sedang sejenak istirahat di pendopo makam.

Orang-orang itu duduk bersila di lantai pendapa. Terhanyut dalam doa dan keheningan hati yang khusuk. Lirih do’a terucap terdengar beriringan dengan semilir angin dari pepohonan yang rimbun.

Suasana ini begitu terasa mendalam seiring dengan rangkaian sejarah yang mengalir dari cerita mbah karimah dan sejarah kampung Kembang Kuning, yang kata masyarakat setempat menyimpan kisah asmara yang patut digali.

Konon, awal kisah Kembang Kuning bermula dari bocah kecil bernama Samputoalang yang mulai beranjak dewasa memohon ijin kepada kedua orang tuanya untuk mengunjungi bibinya di kerajaan majapahit (kini tanah Jawa, red). Dan bocah itu bernama Raden Rahmat (Sunan Ampel).

Kemudian Samputoalang diajak untuk menghadap Raja Mojopahit yang juga suami bibinya yaitu Ratu Darawati, (putri Kianhien) yang lebih terkenal dengan sebutan Putri Cempo.

Lama tinggal di kerajaan tersebut, Samputoalang berniat menyebarkan Islam di tanah Jawa. Alhasil, Raja Kertawijaya meminta padanya untuk memimpin rakyat yang tinggal di daerah Ampel. Saat itulah namanya pun berubah menjadi Raden Rahmatullah.

Melihat penyebaran Islam semakin pesat Raja Mojopahit akhirnya geram. Seperti halnya yang dijelaskan salah seorang warga setempat Dayat, bahwa kala itu sang Raja memutuskan untuk mengasingkan Samputoalang di hutan belantara yang ada di tempat itu (kini Wonokromo, Wonoboyo, Wonokitri, dan Wonosobo, red).

Setelah sekian lama di pengasingan Raden Rahmat memutuskan untuk membangun sebuah masjid. Masjid itupun kemudian dibangun di daerah pertengahan kademangan Cemoro Sewu, yaitu masih terletak di tengah-tengah kawasan Ampel Dento.

Berdirinya masjid tersebut adalah sebagai masjid tertua di Jawa Timur. Mengenai kapan pastinya bangunan tersebut berdiri tiada yang yang mampu membuktikan dan akhirnya masyarakat setempat menamainya dengan masjid Tiban. Namun, kini nama itu berganti menjadi masjid Rahmat.

Pada masa pendirian masjid tersebut, seringkali pada saat istirahat tiba, Nyai Karimah putri Ki Demang Wiro soerojo mengantarkan makanan. Karena seringnya bertemu maka timbullah ketertarikan di antara keduannya. Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai dua orang putri yang diberi nama Siti Murtosima dan Siti Murtosiah.
Naskah: Shiska Pradibka ( 06.11.3135)

Gelora yang Tak Lagi Bergema



Pemuda!
Tingkatkanlah ketahanan,
Demi keutuhan pertiwi.

Tulisan itu terpampang di kulit pintu samping Gelora Pantjasila. Seakan menorehkan berjuta pesan bagi kita, demi untuk mempertahankan keutuhan bangsa.

Gelora Pantjasila (ejaan dulu, red) seolah menjadi saksi sejarah perjuangan arek-arek suroboyo. sebuah aset sejarah yang pantas untuk diulas seiring kian rentasnya bangunan kokoh gedung olahraga tersebut.

Suguhan dua gambar relief yang dibuat pada tahun 1965, menceritakan tentang sejarah perjalanan olahraga di dunia. satu relief menggambarkan tentang olah raga pada masa purba, dan pada satu gambar yang lain mengambarkan olahraga pada masa sekarang.

Gedung yang berdiri pada tahun 1965 itu dapat dibilang cukup lengkap fasilitasnya. Hal ini terlihat dari adanya bekas kolam pada bagian belakang gedung ini untuk cabang olah raga polo air. Namun, kini keberadaannya telah ditutup untuk umum.

Selain itu pada masa kejayaannya gedung yang diresmikan pada tanggal 1 Juni 1966 oleh Gubernur Jawa Timur yang ke Lima Moh.Wijono ini juga terdapat kamar bagi altlet dari luar daerah Surabaya, ruang kesehatan, ruang ganti, ruang reporter, musholah, ruang mekanik, dan kamar mandi.

Mengenai penamaan gedung yang berkapasitas 5.000 orang ini sempat berganti nama dari Gelora Pantjasila menjadi Gelora Suhartati. Dia seorang atlet terjun payung asal Surabaya, yang meninggal pada saat berlaga di Lapangan Halim Perdana kusuma,Jakarta. Namun, akhirnya nama Gelora Pantjasila dipilih kembali dengan tujuan nilai sejarah gedung tersebut dapat selalu terkenang.


Saksi bisu semangat atlet.

Tampak dari luar, cat tembok yang mengelupas, bagian atap-atapnya yang jebol,
Lantai yang nampak usang dan deluruh sudut ruangan yang terselimuti debu tebal serta kaca – kaca pecah.

Pemandangan ini membuat hati kita seakan miris melihat aset kebanggan kota pahlawan mengikis nilai sejarah Gelora Panjasila.

Pada jaman kejayaannya gedung ini menjadi pusat perhelatan berbagai aktivitas keolahragggan. Mulai dari voli, tinju , hingga penbukaan acara seperti Pekan Olahraga Nasional.

Serta ornament garuda pantjasila yang saat besar menempel di gedung ini menggambarkan seberapa besar semangat atlet-atlet kini menjadi saksi bisu haru biru pada saat ini.

Di tangan cukong-cukong, yang kesannya ditutup-tutupi. Gedung ini disewakan untuk umum, Rp. 4.500.000 untuk 1 harinya. Namun, kelayakan gedung ini yang sudah tak memadai, gedung ini pun sepi dari persewaan.

Padahal hidup mati gedung ini tergantung pada ada atau tidaknya yang menyewa gedung ini. “Bahkan saat ini untuk sekedar pembiayaan gedung saja tidak ada dana yang masuk “ imbuhnya.

Tidak jelas bagaimana nasib gedung ini selanjutnya, padahal gedung yang juga menjadi salah satu ikon Surabaya ini, setidaknya sebagai harta yang paling berharga yang seharusnya tetap dipertahankan.

Lebih memprihatinkan, sebagian masyarakat kota Surabaya sendiri seakan tidak peduli dengan harta kota yang bernilai sejarah. Lalu lalang kendaraan dan kepulan asap kendaraan semakin membuat gedung ini semakin tampak kusam.

Walaupun begitu gedung ini masih tetap berdiri kokoh dengan kenangan sejarah, meski kini gaung gelora tersebut tak lagi bergema. ( naskah: Shiska PA/Foto : Dhimas P )